Tuesday, January 10, 2012

Garut.. (XIII)


Setelah beberapa waktu berkutat dengan kuliah dan bekerja, Ara menyelipkan waktu untuk kembali ke Jakarta, menemui istri tercinta dan keluarga yang sangat dirindukannya. Ia pun berhasil mengumpulkan sejumlah uang dari pekerjaannya sebagai asisten dosen dan kerja part time di sebuah café yang tidak jauh dari Kampus ITB.

Di kereta yang dikendarainya ia membuka laptop, memasang modem dan berselancar di internet, mencari ilham kemana ia akan mengajak istrinya berlibur. Raja Ampat ini keren banget, tapi sayang jauh sekali. Ia menutup link yang berisi pantai mempesona di Raja Ampat Papua. Nias?? Subhanallah ajib banget, tapi… kayanya uangnya ngga cukup deh.. kembali ia menutup link tersebut, Garut aja kali ya?? Well we’ll see what it have, ia mengklik tautan yang berisi tempat wisata cantik di Garut, so natural.. lets go there. Ia tidak henti-hentinya bergumam, membuat seorang bapak yang duduk disampingnya menoleh sesekali, mungkin memeriksa kondisi kejiwaan Ara, apakah ia ngelindur dalam tidur, atau punya indra keenam dan berbicara dengan mahluk gaib? Tapi lalu bapak tersebut kembali memandang ke luar jendela, menekuri sawah yang terbentang luas sepanjang lajunya kereta. Sangat indah, menyegarkan mata.

“Jadi kita mau kesini beb?” Erli menunjuk gambar di web yang yang diperlihatkan Ara
“Yupp”
“Memang kamu pernah kesana? Nanti nyasar lagi”
“Hei where is your adventure’s soul beibeh”
“Kenapa sih ngga ke tempat yang pasti-pasti saja, seperti Bali gitu”
“Belum bosan ke sana? Cari suasana baru doong”
“Ya sudah terserah kamyu, tapi awas yah kalau perjalanannya ngga asik”
“Jadi begini mbul, kita berangkat dari Jakarta Jum’at, kamu ngga ada kuliahkan?” Erli menggeleng
“Naah Jum’at pagi kita berangkat, nanti aku minjem mobilnya Mba Niar”
“Kamu ngga capek bawa mobil sendirian?”
“Yah gantian sama kamu, apa gunanya aku mengajak kamu, hehe”


Jum’at pagi yang ditingkahi dengan rintik hujan tidak menyamarkan sedikitpun siluet gunung dan sawah yang dilewati mereka. Erli tak bosan-bosan memandang keluar jendela mobil, dengan tangan tidak berhenti mengambil keripik dari kaleng Pringles, yah dia memang si gembul yang doyan ngemil

“Beb, kamu kalau pulang ke Jakarta naek kereta?”
“Iya memangnya kenapa?”
“Tuuhh lihat rel keretanya, lebarnya cuma segitu, tipis banget kayanya. Terus itukan buatan Belanda, jaman dulu banget. Udah karatan lagi. Kamu ngga ngeri??”
“Tapikan masih di maintance sampai sekarang. Aku lebih nyaman naek kereta daripada bus, apalagi kaya mobil cipaganti gitu-gitu”
“Iya sih, sering kecelakaan juga yah. Eh Beb, kalau tahu kita mau ke sini mendingan kamu kemarin ngga pulang ke Jakarta, kesannya jadi bolak balik”
“Terus kita ketemuan dimana? Kamu jemput aku ke Bandung?”
“Kita ketemuan di sini. Tol Cipularang aja xixiixix”
“Ya udah tapi di KM yang kemarin istrinya syaiful jamil meninggal yah? Mau?”
“Iihhh apaan sih Araaa, horror banget deeh”


Setelah menempuh perjalanan sekitar empat setengah jam, sampailah mereka di kota Garut. Yang pertama Ara cari adalah Masjid atau Mushala terdekat. Waktu sudah menunjukkan hampir jam dua belas, shalat Jum’at akan segera dilaksanakan.

Sambil menunggu Ara menunaikan shalat Jum’at Erli melangkah keluar mobil, pegal juga berlama-lama duduk didalamnya. Disekitar Mushala terdapat beberapa warung sederhana nan bersih, Erli memutuskan untuk masuk kedalam salah satunya, memesan dua gelas Wedang Ronde dan Ubi Merah Bakar. Rasanya sangat nikmat, entah karena lapar atau suasana yang mendukung, ia teringat Bik Jum yang menghidangkan Ubi sebagai cemilan “Ih makanan kampung banget sih Bik, kenapa ngga bikin pizza atau spaghetti aja” “Yee si enon, ini makanan menyehatkan, ngga ada zat pengawetnya, dan lagi Bibik kan lagi diet terigu” dengan cuek Bik Jum berlalu, masuk kembali ke dapur tanpa memperdulikan tatapan penghuni rumah yang lainnya.

GPS sangat membantu mereka berdua yang sama sekali buta akan Garut, setelah mengikuti petunjuk untuk belok kanan, belok kiri didepan, putar balik dan sebagainya tibalah mereka ditempat tujuan mereka yang pertama :


Candi Cangkuang

Candi Hindu peninggalan abad ke tujuh belas ini juga dilengkapi dengan Museum dan kios-kios souvenir juga makanan. Dan untuk mencapai Candi tersebut mereka harus menaiki rakit yang terbuat dari bambu-bambu yang disusun lalu kemudian diikat menjadi satu, karena Candi Cangkuang berada di sebuah Pulau kecil di tengah danau


“Wuihh aku ngga pernah loh ke Pulau sekecil ini, sudah begitu ada Candinya lagi” mata Erli berbinar, penat setelah perjalanan jauh seakan hilang
“Makanya jangan tahunya ke Mall aja” Ara mengeluarkan Nikon dari sarungnya, mengambil angle yang bagus untuk dipoto
“Ara” seketika itu juga Erli berpose sambil memegang bunga teratai yang diambilnya dari dipinggir danau
“Oke Narsis, lets rock” Ara meledeknya tapi Erli tidak bergeming, ia sudah sangat siap untuk dipoto
Setelah menghasilkan beberapa jepretan dan berkeliling mereka memutuskan untuk pergi dari situ
“What next”
“Situ Bagendit, kamu belum pernah juga kan?”
Erli menggeleng “Memang dekat dari sini?”
Ara menggangguk “Lumayan”
Sesampainya di Situ
“Danau laaagi, rakit lagi?” Erli memandang lurus ke depan dan mendapati danau yang cukup luas dengan beberapa pos penyewaan rakit, juga sepeda air
“Ya iyalah namanya juga situ. Katanya sih ada juga kereta api mini dan kolam renang” Ara garuk-garuk kepala
“Tapi gunungnya keren ya Ra, aku mau dipoto”
“By the way, kamu inget ngga Legenda Situ Bagendit?”
“Inget doong, dulu waktu di SD kan diajarin, memangnya anak sekarang, ngga belajar sejarah atau legenda”
“Apa yang kamu ingat”
“Nyai Bagendit, Nyai kaya yang pelit tapi cantik, mati tenggelam karena tidak mau meninggalkan hartanya ketika banjir bandang datang”
“Dan sisa banjir itulah yang menjadi situ ini” Ara menambahkan


Legenda, tidak ada yang mengetahui kebenaran ceritanya. Entah itu benar-benar terjadi atau cuma kabar burung yang dihembuskan untuk dapat diambil pelajaran moralnya


Tidak lama kemudian mereka meninggalkan Situ Bagendit, mencari saung terdekat untuk mengisi perut yang keroncongan


“Memang kamu keroncongan? Bukannya dari tadi ngemil mulu”
“Yee biarin, namanya juga masa pertumbuhan hihi”
“Ara, habis ini kita cari batik yuuk, katanya disini batiknya bagus, harganya juga lumayan murah”
“Langsung masuk hotel aja deeh, aku capek”
“Aku yang bawa mobilnya”
“Kakiku pegel, aku ingin berendam di air yang hangat”
“Ya udah kakinya dicopot aja dulu, tinggal di mobil”


Erli mengalah, atas dasar iba ia menyetujui permintaan Ara untuk tidak mengunjungi tempat lain, mereka langsung menuju hotel, dan tanpa membuka sepatunya Ara merebahkan diri dikasur yang empuk. Ia tertidur

Tidak terasa sudah tiga hari mereka di Garut, waktunya Erli untuk kembali ke Jakarta, dan waktunya Ara untuk kembali berkutat di Bandung.  Dan atas dasar cinta Erli berkata “Kamu ngga usah ke Jakarta Beb, aku drop kamu di Bandung, aku pulang sendiri aja ke Jakarta”
“Kamu berani? Kita sampai Bandung malam, nanti kamu lewat tol Cipularang sendirian”
“Ya daripada kamu balik lagi ke Jakarta, wasting banget”
“Ya sudah kamu balik ke Jakartanya besok aja yah, kamu nginep dulu di rumah Buk Le’” Erli setuju

Pukul delapan malam mereka tiba di rumah Bule, bukan surprise karena sebelumnya Erli telah menghubungi dan memberitahu kedatangannya
“Duuh pengantin muda, enak ya jalan-jalan melulu”
“Hehe mumpung Bule” Erli mencium tangan Buk Le’ dengan takzim
“Malah bagus karena sudah menikah, jadi kalian jalan-jalannya pun ngga jadi dosa, coba lihat anak muda yang masih pacaran. Mereka liburan seenaknya padahal belum resmi. Satu kamar atau tidak tuh?” Pak Le’ Gusti, sepupu mamah menghampiri Erli
“Kamu apa kabar cah ayu?” ia berkata lagi
“Baik Pak Le’, Alhamdulillah”
“Sudah isi belum?”
“Beluum”
“Ya sudah ngga apa-apa, masih panjang perjalanan kalian” ia membimbing mereka ke ruang makan


Setelah berbincang-bincang mengenai mobil buatan Esemka Solo, Gempa dan tanah longsor yang terjadi dibeberapa daerah sampai gosip Angelina Sondakh dengan Subroto, Buk Le’ menyudahi pembicaraan panjang tersebut. Memberikan waktu untuk Ara dan Erli beristirahat


“Tuh Beb kamu dengar ngga apa kata Pak Le’ tadi?”
“Yang mana?”
“Aku sudah isi atau belum”
“Terus?”
“Terussss……” pipi Erli memerah “What if we make L”


“Again? Perasaan di Garut sudah beberapa kali deh”
“Ya ngga apa-apa, sudah halal ini” Erli berkedip manja

-15100/50000-

2 comments:

  1. wew...jadi pengen jalan-jalan ke garut...pengen ke situ bagendit...
    keren kayaknya...:D

    ReplyDelete
  2. mba, koq blog nya ga bisa d buka?? mo berkunjung balik nih

    ReplyDelete

Friends *ThankU ;)

About Me

My photo
i collecting words around me on my post
Penguin Jogging