Saturday, January 14, 2012

Kabur... Diculik... Atauu... Cuma ingin bersama?? (XXII)

Dinda
Gua kangen sama elu
Elu gimana kabarnya?
Sori baru bs menghubungi skrg, BB gw disandera sama nyokap

Yosi mem-BBM dan Dinda tidak berani untuk membalasnya saat itu juga, ada Bunda disampingnya. Dinda tidak berani berhubungan dengan Yosi. Apakah orang tuanya melarang? Secara langsung tidak. Justru Ayah menginginkan keluarga Yosi untuk bertanggung jawab dengan kehamilan Dinda, tapi Mba Erli menyarankan agar untuk sementara waktu Dinda tidak berkomunikasi dengan Yosi. Hal itu menghindari persepsi yang tidak baik dari keluarga Yosi kepada Dinda. Gua juga kangen Yos, kangen banget. Gua pengen banyak cerita sama elu. Elu ngga tahu apa yang gua rasain saat ini. Rasa itu datang lagi, Dinda berlari ke wastafel untuk mengeluarkan isi perutnya, lagi. Ini sudah kali kesekian ia muntah. Morning sickness begitu Bunda menjelaskan. Hufff hamil itu ngga enak Yos, rasa mual ini sangat menyiksa. Dinda berbicara dalam hati, ia berharap terjalin telepati antara ia dan Yosi. Tapi... tentu saja itu tidak terjadi.

Bunda menghampirinya, memijat lembut tengkuknya "Bunda bikinin teh ya?" 
"Nanti keluar lagi"matanya berkaca-kaca
"Memang akan keluar, tapi harus tetap diisi biar badanmu tidak lemas"
Wajah Bunda yang meneduhkan selalu membuat anak-anaknya tenang, tetapi kali ini wajah itu justru membuat Erli merasa tambah bersalah.

"Mba, apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada disini?" Dinda bertanya ketika hanya ada dia dan Erli di Rumah Sakit. Saat itulah Erli menceritakan semuanya, Erli juga menceritakan pertemuan antara Ayah dengan orang tua Yosi di Kantor Polisi ditambah apa yang Ara saksikan. 

Jadi ortumu sdh ketemu sama ayah? Lalu? mreka stuju nikahin kita?

Mreka bilang, mreka mau nikahin kita kl elu masuk Kristen. Kl elu ga mau... ya tserah kluarga elu itu anak mau d apain :( maaf ya sayang

Dinda marah sejadi-jadinya membaca kalimat Yosi. 

Itu anak??? Heh anak yg ada dlm rahim gua ini anak elu jg Yos. Jangan gilla dong kluarga elu x(

Gua benci sama kluarga elu!!!!!!!!

Dindaaaaa... jgn benci guaa.. gua msh sayang dan cintaaa... gua mau ketemuuu

K sini aja kl brani
Paling elu abis sama mas Nadir
Ga usah hubungin gua lg kl elu msh blm mau nikahin gw. F!!!

Sudah tiga bulan Dinda mengurung diri di rumah, ia sungguh tidak punya nyali untuk keluar. Mba Erli sudah mengurus permohonan cuti kuliahnya. Teman-temannya bertanya, desas-desus bertambah deras, teman-teman dekatnya mulai bertanya tapi jawaban darinya masihlah berupa kebohongan. Ia belum sanggup berhadapan dengan publik

"Dinda apa kabar?"
Mamah Ara, Mba Niar dan juga Mba Lita bertandang ke rumah, sekaligus membicarakan pernikahan Mba Niar yang tinggal menghitung hari
"Baik tante" jawabnya malu, berusaha menyembunyikan perutnya yang sudah mulai membuncit
"Nih baju seragamnya Dinda sudah jadi, coba dong dipakai Mba mau lihat" Mba Niar menyerahkan baju seragam keluarga yang sudah difitting Dinda jauh-jauh hari. Dinda merasa beruntung karena dikelilingi oleh orang-orang yang sangat menjaga perasaannya, mereka tidak memandang sinis dan mencapnya yang bukan-bukan.
"Dinda ngga dateng aja ya Mba" mencoba tersenyum walau pahit
"Ih koq gitu"
Dinda menggeleng
"Coba dong dipakai dulu, Bunda mau lihat"
Ia menurut, memakainya lalu mematut diri di depan cermin. Teringat kenangan itu ketika mereka, para wanita sibuk mengukur baju, mencari model sesuai selera masing-masing, saling meledek, tertawa bersama. Dinda memukul perutnya, gemas, jengkel..
Resepsi pernikahan itu dijadikan kesempatan bagi Yosi untuk bertemu dengan Dinda, diruang terbuka dengan segala kesibukannya tentulah lebih tidak beresiko untuk bertemu dengan Dinda. Pasti Mas Nadir ngga akan nonjok gua disini.

"Yosi" Dinda memanggil setengah berbisik. Yosi menghampirinya, binar kebahagiaan terpancar di kedua belah mata mereka. Tanpa sungkan Yosi memeluknya tapi Dinda merasa jengah
"Elu mau apa? Ngapain ke sini?
"Gua kangen banget sama elu, ada banyak banget yang perlu kita bicarain Dinda"
"Ember, terutama masalah pernikahan"
"Dinda... Please jangan bahas yang itu dulu"
"Ngga mau, itu yang pokok"
"Gua mau Din, suer. Tapi keluarga gua... mereka mengancam membuang gua dari daftar waris..."
"Cowok matre" Dinda memotong
"....Mereka juga ngga akan menganggap gua anak mereka"
"Kenapa sebegitu bencinya mereka sama gua sih?" Dinda mulai menangis lagi
"Bukan sama elu sayang, tapi sama perbedaan kita. Elu sih agamanya beda sama gua.. hehe"
"Ngga lucu!!!"
"Iya iya maaf, elu kalau lagi ngambek mirip banget deh sama Mba Erli" 
"Tetep ngga lucu!"
"Iya iya. Terus sekarang bagaimana?"
Dinda diam
"Jadi di perut ini ada anak gua ya?" Yosi memberanikan diri memegang perut Dinda yang mulai membuncit dan agak keras
"Apa kita kabur aja?"
"Kabur?? Kemana Yos?"
"Hmm... Semarang. Gua punya saudara di sana, kali aja dia bisa membantu"
Dinda menggeleng, sudah terlalu dalam luka yang ia torehkan di keluarganya, dengan kabur ia bagaikan membubuhi garam di atas luka tersebut
"Terus bagaimana doong, gua bingung"
"Kalau masih mau sama gua dan anak elu ini, nikahin gua secara Islam" Dinda menjawab mantap "Keluarga gua pasti welcome. Mereka orang paling baik sedunia, ngga kaya keluarga elu" dan yang ini dengan nada judes. Judes sepertinya genetic dalam keluarganya.

Dua minggu kemudian Yosi memberitahukan bahwa ia ingin belajar Islam, ia siap bersyahadat. Tentu saja Dinda senang. Dengan mengatakan ingin ke mini market ia pergi menemui Yosi yang sudah menunggunya dengan taxi di ujung jalan rumahnya. Tidak disangka bahwa hal itu hanya taktik Yosi untuk mengeluarkannya dari rumah. Yosi sudah menyusun rencana untuk membawanya kabur ke Semarang. Dinda baru menyadarinya setelah mereka sampai di Stasiun Kereta.

Wajah bingungnya tidak ditanggapi Yosi, Yosi menggandeng erat tangannya dan membawanya ke dalam gerbong, ditangan yang lain ia menenteng koper. Dinda baru bisa mengeluarkan suara setelah ia duduk, terengah-engah karena berjalan cepat
"Apa-apain ini Yos...hhhh..hhh" ia mulai mengatur nafas seperti yang diajarkan dalam video kehamilan
"Ke semarang, like i told you"
"Ngga! bukan begini caranya"
"Iya, mungkin dengan cara ini, mama papa akan mengizinkan kita menikah"
"Tapi keluarga gua akan semakin membenci elu" kereta mulai bergerak, Dinda tak mungkin keluar dari sana. 
"Saat ini yang gua pikirkan gua cuma mau bersama elu dan anak gua" Yosi terlihat sungguh-sungguh
"Tapi elu tega banget... masa perjalanan jauh gua seperti ini, ngga pake make up, pake sendal ceper. Bajunya juga begini" mau tidak mau Yosi tertawa mendengarnya
"Iya nanti kita belanja yang banyak, emmm sori ya Din gua memilih untuk naik kereta, ya gua mau saving dana aja buat keperluan lain"
"Iya ngga apa-apa, hitung-hitung pengalaman, gua kan ngga pernah naek kereta sampai jauh. By the way memangnya berapa jam dari sini ke Semarang"
"Yaa.. kira-kira empat jam lima jam deh"
"Haaaahhh!!!!"

Dinda tertidur dengan kepala bersender pada bahu Yosi, mual itu datang lagi. Ia cepat-cepat membuka bungkusan plastik mangga yang dibeli Yosi dari tukang buah keliling. Bunda bilang harus sering ngemil biar enegnya hilang "Dalam porsi kecil saja, kalau kebanyakan malah tambah mau muntah" badan Dinda menegang ketika mengingat Bunda, dan Ayah, dan yang lain.

"Kenapa?"
"Orang rumah pasti mencari aku, tadi aku cuma bilang mau ke mini market depan komplek, bagaimana ini? aku harus bilang atau tidak? Mereka pasti khawatir" 
"Tenang dong jangan panik begitu, aku jadi ikutan bingung nih"
"Kamu siihh"
"Sssttttt" Yosi menaruh telunjuknya di bibir

Bersamaan dengan itu BBM Dinda berbunyi Dimana sayang? Bunda mem-BBM nya, ia sengaja tidak membuka BBM itu agar Bunda menganggap ia belum membacanya.
"Matiin Blackberry elu Din" Yosi spontan mengusulkan ketika Dinda memperlihatkan kalimat itu. 

Terlambat karena Blackberry nya sudah berbunyi, Ayah is calling.

-26625/50000-

No comments:

Post a Comment

Friends *ThankU ;)

About Me

My photo
i collecting words around me on my post
Penguin Jogging