Thursday, January 12, 2012

Menyikapi masalah dengan cara yang salah (XIX)

Kepala Erli bagai mau pecah, pikirannya terbagi dua antara kekhawatiran kepada Ara dan Dinda. Ia mondar mandir, sesekali melirik jam di dinding kamar, sudah jam delapan tapi Ara belum kembali, kemana ya dia? Dinda? Bagaimana kondisi anak itu sekarang? Apakah ia masih bersikeras untuk menggugurkan kandungannya? Ia kembali memutar nomer yang sama, tidak ada jawaban. Ara tidak pernah bersikap seperti ini. De' bagaimana kabarmu? ia mem BBM Dinda, terkirim tapi belum dibaca.

Ada perasaan tidak enak yang ia rasakan, feelingnya mengatakan sesuatu yang buruk terjadi, tapi ia tidak tahu apa. Perasaan itu muncul begitu saja menguasai hati dan pikirannya, ia gelisah tapi tidak tahu alasan kegelisahannya. Ya Allah what is it all about? Ara kah atau Dinda. Aku benar-benar tidak bisa mendeteksi perasaan ini. Siapa yang sedang dalam bahaya?

Mbok Ratmi mengetuk kamar
"Iya Mbok" Erli membuka pintu setelah membuang wajah paniknya
"Enon ngga makan? Tadi Ibu menelpon dan Mbok bilang dirumah cuma ada enon tapi enon belum makan"
"Aku belum lapar mbok, mbok simpan saja makanannya, nanti kalau lapar aku hangatkan sendiri" Erli tersenyum.

Mamah dan Mba Niar belum pulang karena masih sibuk mengurusi segala keperluan pernikahan Mba Niar. Dua bulan lagi Mba Niar akan menikah dan Erli merasa beban moralnya sudah terangkat, beban sebagai adik yang melangkahi kakak-kakaknya menikah, walaupun Mas Nadir belum menikah tapi Erli tidak terlalu merasa terbebani, karena Mas Nadir laki-laki.


Erli menutup pintu kembali setelah Mbok Ratmi undur diri, siapa ya yang bisa aku hubungi? Aku tidak punya nomer contact teman-temannya Ara, lalu ia teringat sesuatu, ia mengklik icon twitter, memention sahabat Ara @Koko_rF Hai Ko, sori ganggu, aq cm mau tanya km hari ini ketemu Ara ga? menunggu jawaban Koko hanya menambah kegelisahannya, akhirnya setelah sepuluh menit yang panjang Koko membalas mention itu @Erliiiy Tadi sih ketemu d bengkel, knp Li? blm smpe rmh? wdh nyangsang d mn tuh anak?? :D jawaban yang tidak diharapkan, hanya menambah kecemasannya, Erli tidak membalas mention itu. Tidak mood rasanya.


Setengah jam kemudian Koko mementionnya @Erliiiy Uda plng blm Li? Aq telp g d angkt tuh, BBM jg g d bls sm @AraFerNandEZ Koko sengaja memention Ara mungkin dengan tujuan agar Ara tahu bahwa Erli mencarinya @Koko_rF @AraFerNandEZ blm Ko, thx ya n sori uda ngrepotin Ingin menangis sepertinya, menjadi orang yang tidak tahu itu sangat tidak enak, apalagi tidak tahu keberadaan seseorang. 


Erli mencoba menganalisa, tadi Koko bilang ia ketemu dibengkel, berarti Ara memang beneran menservis motornya, tapi lalu setelah itu.. @Koko_rF sori Ko kl blh tau td Ara d bngkel jam brp? Abis ga biasany dy ky bgini :) send, dan Koko menjawab dengan cepat @Erliiiy sore Li, jam2 5 an gt deh hemm berarti dari rumah Ara langsung ke bengkel, biasanya kalau servis motor paling banter hanya menghabiskan waktu satu atau satu setengah jam, harusnya jam tujuh atau setengah delapan ia sudah sampai rumah, apa aku harus menunggu satu jam lagi untuk lebih panik dari sekarang? Arrghhh jengkeelll. Bunyi perutnya yang keroncongan tidak diindahkannya.

Ia kembali melakukan kegiatan mondar mandinya, sesekali membuka gorden untuk melihat apakah Ara sudah kelihatan batang hidungnya, lalu tiba-tiba ia mendengar suara motor berhenti, bunyi gerendel pagar yang dibuka, setengah berlari ia menuruni tangga.. Alhamdulillah perasaan lega mengalir dalam dadanya
"Ara, kamu koq baru pulang?" ia melihat Ara menjinjing kantong plastik berwarna hitam. Kertas berwarna abu-abu tipis menyembul keluar, beli koran lagi, mencari lowongan pekerjaan, Erli membatin.
"Kamu belum makan kan? Aku juga, aku siapin dulu ya" Ara tetap diam, naik ke kamar dan mandi


Setelah menunggu beberapa saat, ia turun dan menuju ruang makan, Erli menunggunya di sana dengan makanan yang sudah ia hangatkan
"Kamu nanyain aku ke Koko?" tangannya memainkan trackpad Blackberry
"Iya, habis aku bingung. Kamu ngga jawab telpon, BBM. Aku khawatir"
"Lebay, ngga usah segitunya kali" Ara masih ketus, Erli benar-benar tidak tahu kesalahannya. Apakah cuma karena ia mengajaknya berkunjung ke rumah Bunda? Kenapa Ara jadi sepicik itu?
"Iya deh maaf" Erli cepat-cepat menghabiskan makanannya, kalau Ara masih bersikap aneh seperti ini sampai besok, aku mendingan ngungsi aja ke rumah Bunda


Niatnya terwujud, ketika sampai senin siang ia masih menemukan tampang tidak bersahabat dari Ara ia langsung memasukkan laptopnya ke dalam tas, tidak perlu membawa pakaian dan lain sebagainya karena disana barang-barangnya masih lengkap. "Kalau istri shalehah itu kalau keluar rumah harus dengan seijin suaminya" pesan Ayah membuatnya mengurungkan diri untuk 'kabur'


"Ara, kamu kenapa sih?" mengalah mengalah mengalah, otaknya memberikan support
"Please ngomong, aku mana tahu aku salahnya apa kalau kamu diam terus seperti ini"
"Ngga ada, kamu kan ngga pernah salah, aku tuuh yang salah terus" 
aarghhh sabar sabar sabarrrr
"Terus kalau aku ngga salah apa-apa kenapa kamu bersikap menyebalkan seperti ini?"
"Bukannya dari dulu aku memang menyebalkan?" ia masih sibuk dengan rubrik lowongan pekerjaan
"Memang" Erli pura-pura menangis, cara ini selalu ampuh meredakan kemarahan Ara
"Ngga usah cengeng. Mana ada orang jutek tapi cengeng" namun kali ini cara itu tidak berhasil
"Ada lah!!" Erli bangkit, bete sangat
"Aku pamit, mau ke rumah Bunda" ia menyalim tangan Ara, sambil menyelipkan harapan Ara mencegahnya, menarik tangannya lalu menyuruhnya duduk dan berkata "April moop" namun sekali lagi harapannya musnah karena hari ini bukan tanggal satu april dan Ara hanya berkata "Mau dianter?"


"Bundaa, lagi apa?"
Erli tidak mau dianter, ego nya mengatakan untuk memanggil taxi, beruntung mamah dan Mba Niar sudah berangkat bekerja sehingga ia tidak perlu mencari alasan untuk menyembunyikan perselisihannya dengan Ara
"Eeh ada anak hilang"
"Iiih Bunda koq begitu ngomongnya"
"Hehe habis sudah lama nih ngga main ke sini, kirain sudah lupa"
"Aneh, masa lupa siih sama Bundaku yang cantik iniii" Erli memeluknya dari belakang, kangen kehangatan Bunda, tiba-tiba ingin menceritakan tentang Ara, tapi diurungnya niat itu demi melihat Bunda yang sedang sibuk mengaduk adonan
"Bikin apa sih Bun"
"Klappetart" Bunda memasukkan potongan kenari, irisan kelapa muda dan kismis ke dalam adonan yang mendidih. Setelah diaduk sebentar hingga kental adonan tersebut dimasukkan ke dalam wadah pyrex, lalu kembali menaburkan sisa potongan kenari, irisan kelapa muda dan kismis. Juga menaburkan keju parut sebagai garnishnya
"Hmm sepertinya nyummy, dipanggang ya bun?"
"Ngga, tunggu dingin terus dimasukkan ke dalam kulkas"
"Loh koq ngga dipanggang?"
"Ini klapetart yang tidak perlu dipanggang, Bunda juga baru mencoba, mudah-mudahan sukses" 

Erli membantu Bunda membereskan dapur, walaupun ada Bik Jum tapi Bunda selalu mengajarkan untuk mengerjakan sendiri apa-apa yang bisa dikerjakan. "Bik Jum itu tujuannya untuk membantu, bukan semua dia yang mengerjakan" That's Bunda-isme


"Dinda kemana Bun?"
"Tadi bilangnya pulang telat, ada acara kampus"
Tiba-tiba perasaan tidak enak itu muncul lagi
"Akhir-akhir ini Dinda pendiam, lebih banyak di kamar. Kalau Bunda tanya ia cuma menggeleng lalu bilangnya mau tidur karena capek di kampus. Kenapa ya?" 
Erli tidak menjawab pertanyaan itu, ia tidak tahu harus menjawab apa, BBM nya tidak dibalas oleh Dinda. Ia mengalihkan percakapan itu dengan mulai membuka masalah yang ia sendiri sedang hadapi, meminta saran kepada Bunda harus bagaimana ia menghadapi Ara
"Sayang, masalah itu akan selalu ada, pertengkaran dalam pernikahan itu adalah mutlak. Tapi sejatinya pertengkaran tidak membuat suami istri menjadi terpisah. kamu seharusnya tetap di sana, tetap bersikap baik dan melayani suamimu"
"Bete Bunda, serasa tidak dianggap"
"Yah namanya juga lagi marahan"
"Aku ngga merasa bersalah"
"Karena tidak merasa bersalah, kamu harusnya tetap di sana"
"Hufff... aku ngga pernah melihat Bunda bertengkar dengan Ayah" Bunda tersenyum, tangan halusnya tidak berhenti membelai rambut Erli yang merebahkan diri dipangkuannya

"Bunda sama Ayah suka bertengkar koq, tapi di dalam kamar, anak-anak seharusnya tidak perlu tahu pertengkaran orang tua"
"Kenapa?"
"Karena nanti akan membuat bingung sang anak"

Erli belum memahami kata-kata Bunda, tapi pembicaraan itu terhenti

"Dinda, udah pulang"
"Eh mba, udah lama datengnya mba?" Dinda terlihat kikuk, ia meringis seperti menahan sakit
"Kamu kenapa sayang?" 
"Maghnya kambuh Bun" Dinda berbohong
"Ya Allah kamu ngga makan siang? Bunda siapkan ya, kamu mandi dulu sana atau ganti baju saja "

Dinda melangkah ke kamar, Erli mengikuti

"Din, gimana keadaan kamu?" Erli bertanya setelah menutup pintu kamar
Tangis Dinda kembali pecah, dengan suara pelan ia berkata
"Sakit mba"
"Sakit kenapa?"
"Tadi Dinda ke klinik.... yang... bisa mengaborsi"
"Astaghfirullah Dinda. Mba kan sudah bilang jangan!" ingin sekali Erli berteriak tapi tidak mungkin
"Dinda takut sama Ayah sama Bunda"
"Kamu ngga takut sama Allah?? Aduuh Diin kamu kenapa begitu sih, bertindak sendiri. Bagaimana kalau ada apa-apa dengan kamu"

Dinda sesenggukan, ia mungkin sudah lelah menangis, air matanya pun sudah habis. Erli pun menangis, walau ia merasa marah dan kecewa tapi perasaan sayang itu tidak akan hilang begitu saja.

Ia tidak bertanya lagi, memberikan jeda kepada Dinda

"Tadi di klinik Dinda cuma dikasih obat mba, dimasukkan ke itu aku. Sakit mba, katanya sih obat itu bisa cepat meluruhkan janin" Erli menangis tanpa suara
"Sekarang perutku sakit sekali, aduuuhh mbaa.. aduuhh..." Dinda memegangi perutnya, tidur dengan menekukkan kaki ke dada
"Mbaa tolooongg, sakiittt" 

Dinda semakin mengaduh, membuat Erli panik. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Blank, bingung. Ia memanggil Bunda..


-22798/50000-

No comments:

Post a Comment

Friends *ThankU ;)

About Me

My photo
i collecting words around me on my post
Penguin Jogging