Wednesday, January 11, 2012

Gugurkan!! (XVIII)

Dinda terbangun keesokan hari dengan kepala pening, tubuhnya menggigil, demam karena terkena air hujan atau karena..

"Sayang kamu ngga kuliah?" Bunda masuk ke kamar dengan terlebih dahulu mengetuk pintu. Dinda tidak menjawab, ia bahkan tidak punya energi untuk membuka matanya
"Ya Allah kenapa badanmu panas begini" setengah berlari Bunda menuju dapur, menyiapkan baskom berisi air dingin untuk mengompres dan memanggil Bik Jum, memerintahkannya menelpon Dokter Idrus, Dokter keluarga mereka. Setelah Dokter datang dan memeriksa, ia memberikan resep yang diterima oleh Bik Jum untuk ditebus
"Cuma demam koq bu, lain kali jangan hujan-hujanan yah Din" 
Dinda tidak menjawab, ia merasa sangat rapuh, bukan hanya badannya yang sakit, tapi juga jiwanya. Kejadian kemarin yang ia anggap cuma mimpi ternyata benar-benar terjadi. Daerah sensitifnya terasa agak perih, ia teringat pembicaraannya dengan Erli

"Sakit ngga Mba?" setengah berbisik ia bertanya kepada Erli, penasaran apa yang terjadi di malam pertama kakaknya
"Lumayan Din, kamu tahu ngga dari yang pernah aku baca, daerah sensitif itu terdiri dari tujuh lapisan, Jadi ketika si anu menerobos masuk, ia harus 'merobek' lapisan itu satu persatu"
"Euww, serem baanget" raut muka Dinda berubah, dalam bayangannya tergambar bagaimana sakitnya hal itu, tergores kertas aja bisa menyebabkan kulitnya berdarah, apalagi...
"Iya makanya penetrasinya harus baik" Erli merapatkan jaket tebalnya, udara di puncak masih saja dingin, padahal sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi
"Kenapa?"
"Biar ngga sakit"
"Penetrasi itu sama kaya foreplay ya mba?" Dinda mengecilkan suaranya
Erli mengangguk, ia beranjak dari bangku kayu di teras Villa dan berjalan menuju lapangan rumput, terlihat Ara, mas Nadir dan yang lain sedang bermain futsal sedang bertelanjang kaki. Tidak mengindahkan udara dingin yang bergerimis

"Memangnya kamu kemarin hujan-hujanan ya sayang" Bunda membawa nampan berisi semangkok bubur nasi dan teh manis hangat
Dinda mengangguk untuk pertanyaan Bunda, dan menggeleng untuk makanan yang disodorkan. Sebenarnya perutnya merasa lapar, tapi hati dan pikirannya berkata lain
"Acara ulang tahun koq ada sesi hujan-hujanannya" Bunda bersikukuh menyodorkan sendok berisi bubur yang masih hangat 
"Kamu harus makan, setelah itu minum obat. Biar cepat sembuh" dengan terpaksa ia menerima suapan Bunda. Ingin menangis tapi.. itu hanya akan membuat Bunda curiga

"Yosi, gua koq belum dapet ya" dalam perjalanan pulang dari kampus Dinda mengutarakan kekhawatirannya
"Ah masa langsung jadi, kakakmu aja yang udah bertahun-tahun diisi belum jadi-jadi juga"
"Ngga lucu"
"Hehe just kidding sayang" 
Dinda diam, pikirannya mulai kalut
"Memang biasanya dapet tanggal berapa?"
"Dua puluh, sekarang sudah dua tiga"
"Telat doang kali, gua pernah baca katanya kalau lagi stres, period nya bisa telat"

Andai saja cuma telat biasa, Dinda mungkin tidak akan menangis dibawah shower, mungkin benar kata @poconggg jika galau bershowerlah. Tapi sesungguhnya bershower tidak menyelesaikan masalah, ia hanya sebagai kamuflase, mempertemukan air mata dengan kucuran air yang lainnya. Menguapkan suara tangis dalam suara air yang jatuh.

Sudah seminggu Dinda telat, dengan memberanikan diri ia membeli test pack. Ada perasaan malu ketika kasir menyebutkan harga dan ia membayarnya. Tatapan kasir bagaikan tudingan perbuatan nista yang memang telah ia lakukan. Ia cepat-cepat berlalu dari tenant Century. 
 
Beruntung Ayah Bunda memberikan kamar mandi pada tiap-tiap kamar anaknya. Dan disinilah Dinda, terduduk menangis di bawah shower. Sesekali ia melirik tak percaya kepada alat tersebut, berharap dua garis merah itu berubah menjadi satu garis. Tapi garis itu tetap dua

Yosi
Gua hamil

Apa

:'( :'( :'( :'( :'( :'( :'( :'(

Tenang dulu
Skrg elu dimana? Gua kesitu

Buruan

"Ayah, aku keluar dulu ya"
"Mau kemana? Diluar hujan Din, nanti kamu sakit lagi" Bagi sebagian orang sabtu siang itu meneduhkan dengan limpahan air dari langit. Tapi bagi Dinda hujan adalah gambaran hatinya
"Ngga main hujan lagi koq ayah"
"Kenapa ngga di rumah saja sih, dulu kakakmu lebih senang ngobrol di rumah kalau Ara datang"
"Ada perlu ayah"
"Sini duduk dulu, ayah mau berbicara" Ayah menepuk sofa disebelahnya mengisyaratkan agar Dinda duduk di situ
"Jujur, ayah kurang suka kamu terlalu dekat dengan Yosi, dulu ayah merestui hubungan kakakmu dengan Ara, karena Ara seagama dan ayah lihat Ara itu anak baik. Tapi... Ayah kurang setuju kalau kamu menikah dengan Yosi"
"Loh loh ada apa ini? Memangnya ada anak bunda yang ingin menikah muda lagi?" Bunda masuk, setelah berbasa-basi dengan Yosi di teras
"Ayah cuma menegaskan kalau ayah kurang suka dengan Yosi"
Kata-kata Ayah hanya memperparah kondisi kejiwaan Dinda
"Din, Dindaa.. koq diem aja sih, ngomong dong. Gua jadi takut lihat elu kaya begini" 
Yosi memarkirkan mobilnya di depan danau buatan di daerah Lembang, Taman Situ Lembang yang terdapat di Menteng ini memang cukup nyaman sebagai tempat nongkrong
"Menurut elu kita harus apa?" 
"Gua juga bingung Din, elu mau terima saran gua?"
"Apa"
"Gugurin"
Dinda menoleh, Yosi terlihat sungguh-sungguh dengan kata-katanya
"Gua belum siap Din, kita baru semester tiga, dan lagi.. dan lagi.."
"Kurang ajar banget lu yah, setelah elu melakukan itu, elu mau lari dari tanggung jawab. Damn you" antara marah dan tangisan Dinda masih sempat meninju lengan Yosi
"Sayang, dengar dulu, orang tua gua bakalan marah banget kalau dengar hal ini. Mereka pastinya akan mengirim gua ke nenek gua di Ausie, dan kita ngga akan bisa ketemu lagi"
"Emang elu ngga mau nikahin gua?" tangisnya semakin menjadi
"Mau, gua sayang sama elu koq. Tapi, one more thing, we are different. Elu mau masuk kristen? karena ortu gua ngga akan mengijinkan gua masuk Islam"
"Fuck banget lo Yosi"


Dinda kalut, kepalanya pusing, ia butuh seseorang untuk berbicara. Bunda? Ah Bunda bisa mati berdiri kalau mendengar hal ini. Dewi? Ngga mungkin, ini aib, palingan dia cuma bisa panik. Mba Erli? Bagaimana reaksinya nanti? Mba Erli sudah lama ngga kesini, kira-kira... semarah apa dia kalau tahu aku... Tidak ada jalan lain, aku butuh seseorang


Mbaaa, aku mau ketemu
Aq boleh kesana? 
Ada orang ngga?

Tidak menunggu lama Erli membalas

Mamah kerja, Mba Lita udah ngga tinggal disini semenjak menikah, Mba Niar lagi mengurusi catering dsb.nya, ngga tahu balik ke rumah jam brp. Ara ngga ada juga

Ya udah aq k situ


Tumben, ada apa?

Dinda hanya menjawab dengan banyak emoticon menangis. Ia tidak mungkin menjelaskannya di BBM


“Kamu gila ya, kalian sudah bikin dosa, masih mau ditambah dengan dosa menggugurkan anak?” Kata-kata Mba Erli tadi sore terngiang kembali. Ia semakin ruwet, Ya Allah kenapa sih harus jadi? Kenapa bukan Mba Erli aja yang hamil, kenapa harus aku? Aku harus bagaimana Ya Allah. Aku bingung, andai aku tidak takut akan adzabMu aku lebih baik bunuh diri, tidak pernah terbersit keinginan untuk mengecewakan Ayah dan Bunda, mereka sudah sangat benar dalam mendidikku, aku aja yang brengsek Ya Allah. Ayah Bunda maafkan anakmu ini, maafkan Dinda. Ia menangis dalam sujud malamnya. Berusaha mencari pertolongan Tuhan. Yah begitulah manusia, ia akan mendekat kepada Sang Pencipta ketika sedang dirundung masalah.

-21334/50000-

No comments:

Post a Comment

Friends *ThankU ;)

About Me

My photo
i collecting words around me on my post
Penguin Jogging