Thursday, January 5, 2012

Polemik itu pasti ada... (VII)

"Would you marry me beb?"

Pertanyaan apa itu?? Konyol sekali, dia pikir nikah itu gampang, kuliah aja belum kelar, masih jauh kemana-mana, dia pikir dengan dia bilang seperti itu aku akan langsung melted, memaafkan dia, menerimanya kembali terus melupakan penghianatannya?? huh so naive.. go to hill aja sanah
"ckckckc bagusnya sambil mondar mandir elo sambil megang sapu, pasti udah bersih nih rumah" mas Nadir bersandar dipintu kamar sambil memegang pocari sweat dan masih mengenakan snikers kesayangannya
"Dari kapan disitu?" setengah kaget, Erli tidak sadar akan kehadirannya
"Lumayan 20 menit, ampe hilang nih keringat gue"
"Reseh" Erli berjalan ke pintu dan menutupnya
"Eih ngga sopan sekali, durhaka loh jadi adik"
"Bomat!!"
mas Nadir membuka pintu dan bertanya "Apa itu bomat?"
"Bodo amaaattt" mas Nadir ngacir menghindari lemparan bantal

"Mah, Ara mau tanya"
"Tanya saja Ra, tumben pakai ijin" Mamah masih asyik memijit keyboard komputernya
"Dulu mamah waktu menikah umur berapa?" bunyi ketak ketik itu berhenti
"Kenapa? Kamu mau nikah?"
Ara tersenyum sipu
"Orang jaman dulu mah nikahnya usia muda Ra, umur 17 tahun saja sudah dinikahkan, kalau lama-lama malah jadi bahan gunjingan orang, ya dibilang perawan tualah, dibilang sok modern lah karena lebih mentingin pendidikan, ya pokoknya begitu deh, kalau sekarang malah kebalikannya. Tahu tidak bahkan wanita-wanita di Korea saat ini lebih memilih pelihara anjing daripada menikah, mereka bilang pelihara hewan lebih tidak banyak mengorbankan kehidupan mereka"
"Iya Ara juga baca tentang hal itu. Terus apa yang mamah lihat dari papap?"
"Hmm i dont know, i just feel that he is the one" mamah tersenyum, matanya menyiratkan kerinduan yang sangat. Ara agak menyesal mempertanyakannya
"Ara selalu doain papap dalam setiap habis shalat Ara mah, mudah-mudahan papap dapat tempat yang layak disana"
"Aamiin, makasih ya Ra, eh memangnya ada apa sih koq kamu tiba-tiba bertanya tentang nikah?"
"Hehe ngga apa-apa" Ara mengurungkan niatnya, ia memilih menunggu jawaban dari Erli

Dear my bebeb,

Assalamu'alaikum beb ku yang mbul and tukang ngambek, kamu lagi apa?? Dingin banget di sini beb.. brrrr, walaupun global warming kian parah tapi Bandung at this time is still cold. How bout Jakarta? i guess u feel cold also, but bcoz ur AC of course hehe..

Once again, i apologize with what i've done. It was beb, never happen again. i proved that i still love u with asked u married, eh bukan asked deh tapi asking, karena till now aku masih offering u that proposal. I mean it!!

Mungkin kamu menganggap kata-kata itu hanya rayuan gombal aku tuk memeltedkan hatimu, but trust me it was from d bottom of my hearth.. *hayoo ngaku kamu pasti berpikir kalo kata-kataku cuma tuk bikin kamu ngga marah lagi kaann?? aku sudah kenal kamu lama so.. i know u so weeelllll hehe*

I m still waiting ur answer, dan aku menunggu ajakanmu untuk membicarakan hal ini. Oh iya waktu aku ke Jakarta kemarin aku bertanya ke mamah apa yang bikin beliau mau menikah dengan papap, and she said that papap is d one... Hmm i feel same.. i feel that u r d one for me

So.. once again i ask u.. Wud u marry me??

Love n Miss

Ara ganteng *bukan jelek :P*

Send.. Done

Deg-degan dirasakan Ara, tapi saat ini ia harus memakai ilmu kudu, yaitu kudu sabar menunggu.. 

Merupakan kebiasaan Erli untuk mematikan Blackberry nya dimalam hari dan akan menyalakannya lagi keesokan pagi. Sambil masih bermalas-malasan di kasur ia akan membuka semua notifikasi di BB nya. Satu email yang tidak dia sangka membuatnya deg-degan, From Ara Jelek Kuu, Subject : Once again

Apa yang kamu lakukan ketika kekasih hatimu mengajakmu menikah?? pasti dalam hati akan berkata mau mau mauuuuuu, walaupun jawaban yang keluar dari bibir tidak akan seagresif itu. Erli pun dalam hati terdalam merasakan senang, rasanya jarak antara kasur dan badannya sudah sekian senti meter, ia melayang 

"Wooyy banguunnn, udah siang tauuk, nanti telat ngampuss" Dinda menghempaskannya kembali ke kasur
"Kata ayah kalau mau bareng ditungguin tuh, buruaaann" Erli panik oleh teriakan ditambah Dinda mengebrak-gebrak pintu kamarnya
"Iyaa ini mau mandi"
Demi melihat kakaknya belingsatan Dinda terkikik-kikik

Tiga hari berlalu tanpa jawaban dari Erli, setiap tanda email masuk Ara bersegera membukanya berharap ada jawaban menyenangkan disana, tapi email dari Erli tidak ada. 

Seminggu kemudian

Tuutt... tuutt... sudah dua kali ditelpon koq ngga diangkat ya?? marahkah?? Erli meredial kembali 
"Halo, Assalamu'alaikum" 
"Wa'alaikumsalam, kenapa sih ngga diangkat-angkat?? Udah ngga mau terima telpon dari aku??" 
"Bukan beb tadi lagi dijalan, aku kehujanan. Ini baru sampai kost"
"Ya udah suruh angetin aja sama si Dian itu" salah satu tipikal wanita adalah menyindir, mengungkit
"Ya elah, udah ke laut kali"
"Kenapa ke laut? ambil lagi sono, lumayan kan bisa disuruh nyuciin baju kamu" tambah singit
"Bener nih?? Memang boleh?? Asiik"
"Ya udah kalau begitu kita beneran putus" tapi ketika kata-katanya diladeni wanita akan lebih naik pitam dan mengeluarkan kata-kata andalan
"Heheheh ngga deng, jangan marah begitu dong cayangkuu"
".................." selanjutnya adalah diam, dengan wajah angker
"Halooo.. are you still there"
"Iya!!" masih dengan nada mengajak perang
dan disaat inilah kedewasaan, kebijaksanaan, kesabaran pria dibutuhkan
"Mbul lagi apa? Sudah pulangkah? Sudah makan?"
"Udah, belum" perlahan-lahan situasi mulai kondusif
"Koq belum? Makan dulu gih, nanti magh nya kambuh" percayalah, kalau seorang pria memperlakukanmu seperti ini berarti pria itu sungguh menyayangimu
"Waktu itu kamu kirim email ya?"
"Yes, a week ago"
"Emm kapan ke Jakarta?"
"Jumat ini bisa, sepulang dari kampus aku akan langsung naik bus ke Jakarta"
"Ya sudah nanti mampir saja ke rumah. Sudah dulu yah. Bye" telpon dimatikan sepihak.
Wanita memang suka jual mahal, itu karena wanita ingin tahu seberapa besar perjuanganmu untuk mendapatkannya. Seperti kata Sheila on 7 dalam lagunya yang berjudul Seberapa Pantas

"Bunda dulu waktu nikah umur berapa?" kali ini Erli yang mengajukan pertanyaan tersebut
"Berapa yaa, duh lupa.."
"Ara mengajak aku menikah" Erli tidak membiarkan Bunda berlama-lama mengenang awal pernikahannya 
"Haahh... Koq bissaa?? Ara sudah jarang ke rumah tahu-tahu mengajak anak Bunda yang jutek ini untuk menikah?"
"Ih Bunda apaan sih, serius sedikit kenapa siihhh"
"Ya ini juga lagi serius" walaupun tangan Bunda masih mengaduk adonan kue untuk acara arisan keluarga esok hari
"Memangnya kamu sudah siap untuk menikah?? Kalian belum lulus kuliah, belum juga merasakan bekerja. Dunia kerja itu adalah dunia yang sebenarnya. Disana kamu akan melihat banyak watak, karakter orang yang berbeda-beda, lebih serius, lebih obsesif, lebih money oriented, tidak seperti saat-saat kuliah. Pokoknya beda deh"
Erli mendengarkan, terkesima dengan kata-kata Bunda
"Tumben Bunda ngomongnya begini"
"Begini bagaimana?"
"Agak berbobot, biasanyaa... Aww" Satu kantung terigu yang belum dibuka mendarat dilengan Erli

Hampir setengah jam mereka saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing, tidak berani membuka percakapan. Sekilas terlihat Bik Jum mengintip dari balik gorden, pasti disuruh Bunda, Erli bergumam
"Hah, apa beb?"
"Ngga apa-apa"
"Kayanya tadi kamu ngomong sesuatu"
"Iya aku bilang pasti disuruh Bunda, tuuh Bik Jum" Erli mengedikkan kepala ke arah Jendela
"Ooh.." Ara hanya ber-ooh sambil menggaruk tangannya, digigit nyamuk
"Mau masuk?" 
"Ngga ah, disini saja"
Hening kembali
"Ara.. ngomong dong, ngapain kamu jauh-jauh dari Bandung langsung kemari ngga pakai pulang ke rumah dulu kalau cuma mau diem seperti itu"
Ara tersenyum lebar, lesung pipi di pipi kanannya selalu membuat Erli gemes. Rasa rindu dan sayang itu datang kembali, tanya satu kali lagi dan aku akan mengatakan Iya. Hata Erli berkata

"Emmm... Beb"
"Iya"
"kamu..."
"Apa?"
"Sudah.."
"Ehe.."
"Sudah... makan belum?" Antiklimaks
"Belom, kenapa? kamu lapar? Aku juga lapar sih, makan dulu yok. Aku siapin dulu ya di dalam" errr reseh kirain mau nanya yang itu, Erli mendelik jengkel

Didalam didapatinya seluruh keluarga berkumpul, kasak kusuk berbicara sambil berbisik
"Tumben amat nih lengkap anggota laskar. Ada apakah?"
"Ngga ada apa-apa" mas Nadir menyahut
"Mencurigakan, emang mas Nadir ngga ngapel?"
"Inikan bukan malam minggu"
"Ngga futsal?"
"Udah kemarin"
"Dinda ngga belajar kelompok?"
"Hari ini libur"
"Ayah ngga bawa kerjaan dari kantor?"
"Ngga, males"
"Bunda.."
"Bunda sih nyantai hidupnya"
Erli diam, menahan senyum. Keluarga kecilnya ini memang sangat menyenangkan, hangat tapi santai, tidak ada batasan tapi masih dalam koridor sopan santun
"Bibik koq ngga ditanya non?"
"Bibik... bantuin aku siapin makan, aku lapper"

Pupus sudah bayangan Erli makan berdua dengan Ara, Erli berharap dengan makan berdua suasana akan lebih santai dan akhirnya membuka pembahasan email waktu itu. Tapi.. ternyata seluruh keluarga ikut makan malam bersama. Awkward moment is.... now!!! Twit singkat Erli

Setelah itu ayah dengan tanpa merasa berdosa mengajak Ara main catur, dengan alasan sudah luamma sekali kita tidak main catur. Erli benar-benar tidak mengerti misi keluarganya.

Pukul setengah sembilan, mereka, akhirnya ditinggalkan berdua. No time for basa basi, its now or...

"Jadi.. what's your answer beb?"
Erli memang sudah sangat menunggu pertanyaan ini, tapi ia menjawabnya dengan lambat
"Emmmm..." Erli main drama
"Bagaimana ya?... Kitakan masih kuliah Ra" walaupun dalam hati ia menjawab iya
"Ada juga yang kuliah tapi sudah nikah"
"Tapi...." Oh come on Erli stop being actress, hatinya berkata
"Kamu tahu ngga kenapa aku melamar kamu?"
Erli diam, dalam hati ia menjawab because you love me so much of course
"Itu karena aku ngga mau kamu cemburu dan curiga, dan aku ngga mau kehilangan kamu lagi" yayaya because you love me so much of course, Erli berubah menjadi Drama Queen
"Kalau kamu keberatan, kita bisa tunangan dulu. Tahun depan Insya Allah aku sambil kerja kita bisa nikah"
"Serius?" 
Ara mengangguk




"Haah mau menikah?? Ngga salah?" Kamu sudah semester berapa sih Ra?" Mba Lita, kakak pertama Ara sepertinya tidak suka dengan keputusan itu
"Empat" Ara menghitung dalam hati, kalau lancar dan mudah-mudahan lancar aku bisa cuma lima semester regular plus dua semester pendek, saat itulah aku bisa sambil kerja
"Terus kira-kira bakalan berapa tahun lagi? Kamu ada-ada saja, biaya kuliah saja masih dibayarin sama aku. Belum nyenengin mamah udah mau macam-macam" Mba Lita belum berhenti mengomel
"Aku bisa ambil semester pendek"
"Terus dengan apa kamu memberi makan istrimu?" 
"Lita, sudah"
"Mah aku akan berusaha untuk mandiri, aku akan kerja"
"Ara, kamu bukan hidup di luar negeri yang bisa dengan gampang kerja sambil kuliah, disini susah"
"Pasti bisa mba"
"Huff.. Apa sih yang ada dalam pikiran kamu? Apa sih yang membuat kamu kekeuh mau nikahin pacar kamu? Dia hamil?"
"Mba!!" Niar yang sedari tadi diam akhirnya ikut bicara
"Jangan bicara seperti itu, Erli anak yang baik koq, semua keluarga suka sama dia. Keluarganya juga keluarga baik-baik"
"Ara.. Tunggu" Mamah berusaha menahan Ara tapi Ara tetap tidak berhenti
"Biarkan sajalah mah, Lita mau tahu seberapa nekat sih dia"


Ara membanting pintu kamar, andai yang bicara bukan kakaknya mungkin orang itu sudah dipukul olehnya. Saat-saat seperti ini membuat ia semakin merindukan papap, andai papap masih ada tidak mungkin mba Lita seenak-enaknya. Mungkin justru papap akan senang karena anak laki-lakinya bersikap gentleman. Oh papap maafkan Ara yang kurang memperhatikan papap, maafkan Ara yang tidak tahu kalau kanker terus menggerogoti papap.. Ya Allah aku kangen papap


"Ara, sudah bangun?" jam setengah empat pagi
"Tahajjud mah?" 
Mamah tersenyum tapi tidak dapat menutupi matanya yang sembab
"Maafin Ara mah"
"Mamah mendukung apapun keputusan Ara, mamah cuma.. kangen sama papap"
"Ara juga, Ara ingin membahagiakan mamah, doain yah mah" malam menjelang pagi itu lebih sendu daripada biasanya dengan tangisan mereka berdua


Tidak hanya Mba Lita yang tidak setuju dengan pertunangan tersebut, keluarga besar Erli pun bersikap sama. Mereka menganggap hal itu terlalu terburu-buru
"Masih muda koq, masih banyak pilihan. Nanti kalau kamu sudah bekerja kamu bisa ketemu orang-orang baru, kali aja dapat eks-mud" dengan entengnya Om Yanuar berkata 
Atau Fira sepupu Erli "Ngape sih lo mau-mauan sama dia? tampang sih oke, tapi.. ngga tajir ah biasa saja. Mau lo hidup susah?"
Erli sudah cukup bahagia dengan dukungan dari ayah, bunda, mas Nadir dan Dinda.. juga Bik Jum yang memang ngefans berat sama Ara
"Ini kan baru tunangan, bisa jadi bisa ngga, ya kan Li?" Johan, sepupunya yang lain tidak kalah sadis dalam menyikapi acara hari itu

Tapi diluar semua itu, acara perkenalan sekaligus pertunangan berjalan lancar, sampai Ara melihat plat mobil Johan
"Mba, kayanya aku kenal deh dengan mobil itu" sambil berjalan menuju mobilnya yang diparkir di pinggir jalan tidak sengaja Ara melihat suzuki swift berwarna silver di garasi rumah Erli
"Masa sih? Pernah lihat dimana?"
"Duuh dimana ya?? tapi.. aku ingat tapi.." ia membuka keylock Blackberry nya dan mengklik menu, buka memopad, menuliskan "plat" lalu satu memo muncul dengan tulisan : mobil suzuki swift silver yang menabrak mama no. plat : B 4536 UZG
"Mba, lihat" Ara memberikan Blackberrynya kepada Mba Niar
"Ara.." yang dipanggil sudah setengah berlari menuju kembali ke rumah, mencari Erli
"Beb, aku mau tanya,suzuki swift di garasi punya siapa?"
"Kenapa Ra?"
"Punya siapa?" Ara berkata lagi, terlihat gusar
"Johan, sepupu aku, tuh yang sedang berbicara dengan Eyang Uti"
Wajah geram Ara terlihat dengan jelas, ia mengepalkan tinjunya
"Ara, kamu kenapa sayang?" Erli tidak pernah melihat Ara semarah itu
"Arrrghh aku benci dengan sepupumu itu" giginya bergemaratak, ia cukup tahu diri untuk tidak membuat kacau di acaranya sendiri
"Ya Allah beb, ada apa sebenarnya?" Erli menduga-duga tapi tidak berhasil
"Ara.. pulang saja yuk, mamah khawatir" Mba Niar menyusulnya, menyembunyikan kepanikan diwajah lembutnya
"Mba, ada apa?"
Mba Niar tidak menjawab pertanyaan Erli, ia hanya memberikan Blackberry Ara
"Astaghfirullahal adzim, Ara.. tenang beb, demi aku kamu harus tenang" Ara memang pernah bercerita mengenai cikal bakal ia mendonorkan darahnya dan keinginannya untuk membuat perhitungan dengan orang yang menabrak sang mamah


Mas Nadir yang memperhatikan kasak kusuk itu mendekat, dengan cepat Mba Niar menjelaskan. Dan secepat itu pula Mas Nadir membawa Ara pergi dari situ, dibimbingnya Ara ke mobil. Di sana terlihat mamah yang menangis khawatir. Ara luluh, tapi ia tidak mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran kepada si empunya suzuki swift berwarna silver. Johan, now i know you closer, i wish we can meet again, just the two of us. 

-8093/50000-

No comments:

Post a Comment

Friends *ThankU ;)

About Me

My photo
i collecting words around me on my post
Penguin Jogging